Selasa, 22 Desember 2009

Profil Kabupaten Karawang



Kabupaten Karawang berada dibagian utara Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak di 107o02 - 107o40 BT dan antara 5o56 - 6o34 LS memiliki luas wilayah 1.753,27 Km2. Daerah ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Subang di sebelah timur, Kabupaten Purwakarta di sebelah tenggara, Kabupaten Bogor dan Cianjur di sebelah selatan, Kabupaten Bekasi di sebelah barat.

Sejak zaman dulu masyarakat mengenal Kabupaten Karawang sebagai lumbung padi Jabar. Tingkat produksi padi Karawang tidak lepas dari dukungan sistem pengairan yang memadai, saluran irigasi di Karawang terdiri dari saluran induk tarum utara yang berasal dari Bendungan Walahar, saluran induk tarum barat dan saluran induk tarum timur yang berasal dari bendungan curug. Sistem irigasi serta sarana dan prasarana lain mendukung kegiatan pertanian menjadikan lapangan usaha ini memegang peranan dalam pembentukan PDRB Karawang.

Kini industri pengolahan menempati posisi sebagai penyumbang utama, perdagangan, hotel, dan restoran tetap diurutan kedua sedangkan pertanian dibawahnya. Kegiatan industri di Karawang berlokasi di bagian selatan yakni di kecamatan klari, Telukjambe, Karawang, Jatisari, Pangkalan, dan Cikampek. Berdasrkan sarana dan prasarana kegiatan industri, lokasi industri Karawang dibedakan dalam tiga kategori: Kawasan industri, zona industri, dan kota industri. Industri mesin dan logam dasar merupakn jenis industri yang menyerap investasi terbesar.

Selain hasil industri dan padi, Karawang memiliki produk lain yang berpotensi dikembangkan, jamur merang misalnya dengan luas lahan separuh dari luas wilayah, tentunya Karawang kaya akan jerami, hasil limbah padi ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku jamur merang. Sumber protein nabati yang dapat dikonsumsi sehari-hari itu saat ini dibudidayakan di delapan Kecamatan antara lain Cilamaya, Cikampek, dan Rengasdengklok. Karawang akan tetap mempertahankan predikat lumbung padi tapi tidak alergi dengan industri selain meningkatkan produktivitas padi dan sistem penanaman padi-padi-palawija, kesejahteraan petani juga ditingkatkan dengan mendirikan pasar induk beras yang ditargetkan dimulai pembangunannya.



Sumber Data:
Jawa Barat Dalam Angka 2007
(01-7-2007)
BPS Provinsi Jawa Barat
Jl. PHH Mustapa No. 43, Bandung 40124
Telp (022) 7272595, 7201696
Fax (022) 7213572

Sumber :
http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=3215

Sumber Gambar:
http://indagsar-karawang.com/index.php?option=com_wrapper&Itemid=50

Undang Investor, Karawang Berbenah

Kabupaten Karawang akan makin sesak oleh pabrik. Soalnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang berencana menambah kawasan industri anyar pada tahun 2010.

Total luas penambahan mencapai 5.000 hektare (ha). "Saat ini kawasan industri yang ada sudah terisi 60%-80%," ujar Bupati Karawang Dadang S. Muchtar, Senin (14/12). Catatan saja, berdasarkan riset KONTAN, saat ini luas kawasan industri di Karawang mencapai 5.839 ha.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53/1989 tentang Pengembangan Kawasan Industri, Karawang memang menjadi salah satu pusat pengembangan kawasan industri nasional. Dadang menambahkan, kawasan anyar yang akan dikembangkan tahun depan akan menemani enam kawasan industri lain yang telah beroperasi. Kawasan industri yang telah beroperasi antara lain Kawasan Kujang, Kawasan Industri Mitra Karawang, Kawasan Surya Cipta, dan Kawasan Indo Taishi.

Perusahaan yang telah hadir di kawasan industri tersebut terdiri dari 282 perusahaan asing (PMA) dan 297 dalam negeri (PMDN). "Kalau ekonomi stabil tahun depan tentu peminatnya bakal bertambah," tandas Dadang.

Selama ini sektor industri menyumbang 50% lebih terhadap kegiatan ekonomi Karawang. Dadang menyatakan, total nilai investasi di kawasan industri di Karawang mencapai Rp 80 triliun.

Dia menambahkan, investor tetap melirik kawasan industri di Karawang. Soalnya, kawasan industri di lumbung padi Jawa Barat ini memiliki fasilitas pendukung yang memadai, serta dilalui jalan tol ruas Bandung-Jakarta dan tol Cikampek-Jakarta.

Guna meningkatkan pelayanan, Karawang sedang berusaha menambah akses ke kawasan industri. Selain itu, "Kami juga sedang mengkaji kelayakan pembangunan pelabuhan di Cilamaya," tambah Dadang.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karawang Sadirin Sinabang bilang, investor masih tetap melirik Karawang. Dia mencatat, selama tahun ini ada 49 perusahaan baru yang telah berniat berinvestasi di Karawang. Dari angka tersebut, lima perusahaan di antaranya sudah beroperasi di kawasan industri yang ada.

Proses perizinan memang masih perlu diperbaiki. "Soalnya kami memang belum mengadopsi proses satu pintu. Tapi kami bisa memproses izin paling lama satu minggu," jamin Dadang.

Sumber :

Raymond Reynaldi

http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news/26701/Undang-Investor-Karawang-Berbenah

15 Desember 2009

Peta Karawang


View Larger Map

Cikampek Diwacanakan Pisah dari Karawang

Cikampek ingin segera melepaskan dari wilayah induk administrasinya Kabupaten Karawang. Persyaratan untuk menjadi kabupaten sudah ada. Bahkan, potensi pendapatan asli daerah wilayah Cikampek jika kelak berpisah dari Karawang, bisa mencapai Rp 25 miliar per tahunnya.

"Nggak ada alasan menunda Cikampek menjadi kabupaten sendiri," kata Asmara Hidayatullah, seorang tokoh masyarakat Cikampek yang juga menjabat Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Amanat Nasional Kabupaten Karawang, Senin siang.

Menurut Asmara, warga Cikampek sudah tak sabar lagi untuk bisa segera bebas dari Kabupaten Karawang. Kecuali dipicu oleh ketidakkonsistenan pemerintah selama ini, dalam pembangunan Cikampek kurang diperhatikan.

Asmara optimistis pemerintah pusat dan provinsi segera merealisaikannya, mengingat wacana pemisahan ini telah bergulir sejak 1980. Wilayah Cikampek memiliki potensi sumber daya ekonomi besar mulai dari kawasan industri dan kilang minyak.

Wilayah yang akan bergaung meliputi Kecamatan Purwasari, Pancawati, Kota Baru, Jatisari, Cilamaya, Talagasari, Lemahabang Wadasm dan Tempuran. Jumlah penduduk sebagai pendukungnya mencapai 500 ribu hingga satu juta orang. "Jadi saratnya sudah terpenuhi semua," Asmara menjelaskan.

Bupati Kabupaten Karawang Dadang S. Mucthar, menanggapi keinginan warganya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.

Pemekaran wilayah administrasi, kata dia, memerlukan persiapan matang. Selain personil sumber daya manusia, perangkat administrasi, dan infrastruktur harus kuat. Soal potensi Cikampek Dadang meragukannya.

Menurut Dadang, orang-orang yang mengusung isu pemerkaran Cikampek dari Karawang memiliki agenda politik sendiri. "Arahnya sudah jelas, dia (Asmara) berkeinginan jadi bupati," Dadang meyakinkan.

Sumber :
Nanang Sutisna
http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2006/03/20/brk,20060320-75348,id.html
20 Maret 2006

Bergulir, Wacana Kab. Cikampek

Wacana pembentukan Kab. Cikampek yang digulirkan sejumlah tokoh setempat dinilai terlalu terburu-buru. Mereka terkesan mengesampingkan syarat-syarat tertentu yang wajib dipenuhi dalam pembentukan pemerintahan baru.

Demikian dikatakan Ketua Pengurus Daerah (PD) KNPI, Kab. Karawang, H. Soeroto, ketika diminta komentarnya mengenai wacana pembentukan Kab. Cikampek yang saat ini semakin santer dibicarakan tokoh masyarakat Cikampek.

"Di tilik dari segi potensi, saya kira Cikampek belum saatnya dijadikan sebagai kabupaten atau kota yang terpisah dari Kab. Karawang. Butuh waktu lama untuk menuju ke arah sana," ujar Soeroto, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16/1).

Menurut dia, untuk membentuk pemerintahan yang baru diperlukan kajian akademis dan empiris secara mendalam. Dengan demikian, setelah pemerintahan itu lahir, masyarakat dan pejabatnya tidak dihadapkan pada permasalahan di kemudian hari.

Pemekaran pemerintahan, lanjut Soeroto, harus mengacu kepada beberapa faktor, seperti potensi daerah, luas wilayah, jumlah penduduk, dan infrastruktur pendukung. "Dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk, mungkin saja pembentukan Kabupaten Cikampek sudah memenuhi persyaratan. Namun dilihat dari segi potensi dan infrastruktur, pembentukan pemerintahaan di bagian timur Kabupaten Karawang itu belum saatnya dilakukan," kata Soeroto.

Menurut dia, untuk melengkapi infrastruktur pemerintahan yang baru, diperlukan dana sedikitnya Rp 300 miliar hingga Rp 500 miliar. Padahal di sisi lain, masyarakat di wilayah itu masih membutuhkan dana untuk keperluan yang lebih urgen, seperti pemenuhan kebutuhan pendidikan dan pemeliharan kesehatan.

Dikatakan, para tokoh lokal hendaknya bisa belajar dari pengalaman. Alasannya, pembentukan pemerintahan baru tidak semuanya berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu contoh, kata Soeroto, adalah pembentukan Kota Banjar yang memisahkan diri dari Kab. Ciamis. Hingga sekarang masyarakat di kota itu belum terlihat lebih maju. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang menginginkan bergabung kembali dengan Kab. Ciamis.

Mendukung

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD yang juga warga Cikampek, H. Deden Darmansyah mengatakan, dirinya sangat mendukung pembentukan Kabupaten atau Kota Cikampek yang terpisah dari Kab. Karawang. Alasannya, dengan pemekaran pemerintahan tersebut rentang kendali pelayanan akan lebih dekat sehingga dianggap bisa lebih menyejahterakan masyarakat.

Apalagi, kata Deden, dilihat dari berbagai potensi yang ada, pembentukan Kab./Kota Cikampek sudah memenuhi persyaratan, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pemekaran, Penghapusan, Penggabungan Suatu Daerah.

Menurut dia, jika Kab./Kota Cikampek tebentuk, pemerintahan baru itu sedikitnya akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 400 miliar. Nilai tersebut dianggap layak untuk mengelola suatu daerah.

Wacana pembentukan Kab./Kota Cikampek, kata Deden, bukan tanpa dasar. Pasalnya, hal itu sempat digulirkan oleh Gubernur Jabar Danny Setiawan ketika berpidato dalam suatu acara di Hotel Plaza, Kota Bukit Indah, Purwakarta, beberapa waktu lalu.

Waktu itu gubernur menyampikan target pemekaran pemerintaah di Jawa Barat mencapai 42 kabupaten/kota. "Saya kira pada tahun 2015 mendatang Cikampek harus sudah terpisah dari Kabupaten Karawang," kata Deden. (A-106)***


Sumber :

http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=8409

Pemekaran Kab. Karawang Perlu Pemikiran Matang

WACANA yang berembus soal pembentukan Kab./Kota Cikampek kembali menghangat. Sebenarnya kabar itu bukan "barang baru". Bahkan, beberapa tahun sebelumnya isu tersebut sudah digaungkan. Selain Cikampek, masih ada kecamatan lain yang begitu nyaring melantunkan irama "perpisahan" dari induknya, Kabupaten Karawang. Kecamatan tersebut adalah Rengasdengklok, yang namanya kental dengan muatan sejarah kemerdekaan bangsa ini.

Dua kecamatan di atas memang cukup bersemangat menggemakan isu pemekaran untuk masing-masing menjadi kabupaten/kota. Hanya Rengasdengklok lebih gencar, ditandai dengan pemasangan spanduk, pamflet, hingga brosur-brosur persiapan pemisahan di Pasar Rengasdengklok sehingga iklimnya lebih terasa semarak. Berbeda halnya Kecamatan Cikampek yang sepi dengan atribut atau media ekspresi bagi pendukung pemisahan.

Meski demikian, sejumlah warga Cikampek yang ditemui, mengaku cukup antusias menyikapi keinginan pembentukan Kab./Kota Cikampek. Tetapi tak sedikit pula, warga yang pesimis bisa meraih kemajuan, bila nanti sudah terpisah dengan Kab. Karawang.

Tokoh masyarakat Cikampek Timur, H. Komarudin (39), menyebutkan potensi andalan Cikampek seperti retribusi pasar, industri di Kawasan Pupuk Kujang Cikampek (PKC), serta industri lainnya, yang bisa menjadi aset sekaligus mampu memenuhi pendapatan Cikampek. "Selain itu, banyak juga aset berharga lainnya yang tidak ternilai. Seperti SDM di berbagai bidang," ujarnya ketika ditemui, Kamis (17/1) lalu.

Pertimbangan lainnya, kata H. Komarudin, yakni terdapatnya beberapa kantor dinas dan fasilitas umum yang berada di wilayah Cikampek. "Kantor Dinas Perhubungan Kab. Karawang ada di sini, terus juga Stasiun Kereta Api Besar ada Cikampek," ujarnya memberi alasan.

Di balik itu, ia pun menyadari, untuk mendirikan Kab./Kota Cikampek, diperlukan perluasan wilayah hingga merembet ke kecamatan lain. "Kalau murni satu Kecamatan Cikampek saja, saya kira itu tidak akan cukup. Makanya perluasan wilayah juga perlu melibatkan kecamatan tetangga, seperti Kota Baru, Jatisari, Tirtamulya, atau Purwasari,"ujar dia.

Meski isu pendirian Kab./Kota Cikampek makin santer, H. Komarudin, memandang perlu lahirnya kearifan lokal yang muncul dari para elite dan tokoh Cikampek untuk mengkaji bersama rencana pendirian tersebut. "Jadi kalau sekadar wacana sih, memang sudah lama. Tetapi kapan itu terlaksana, ya kurang tahu juga," ujarnya.

Dipikirkan matang

Sementara itu, Jalalludin (27), dan Achmad Kholil, S.Ag. (23) tokoh pemuda Jln. Pondok Lele Desa Dawuan Tengah Cikampek, menyebutkan rencana pendirian Kab./Kota Cikampek harus dipikirkan secara matang oleh para "orang tua" Cikampek. Kalau misalnya, terjadi pemisahan antara Kab./Kota Cikampek dan Kab. Karawang, itu jangan melahirkan warisan buruk yang akan menyengsarakan generasi di masa mendatang.

"Bukan apa-apa, karena pengalaman pemekaran wilayah di beberapa daerah, bahkan seperti halnya Provinsi Timor-Timur yang menjadi Negara Timor Leste, akhirnya kehidupan masyarakatnya sekarang lebih merana dibanding dulu. Hal itu juga seharusnya bisa menjadi refleksi untuk Cikampek, sekaligus bisa mencarikan solusi yang baik di tengah wacana pendirian Kab./Kota Cikampek," ujar Kholil, ketika ditemui Jumat (18/1) lalu.

Ia pun menyebutkan, lahirnya Kab./Kota Cikampek, jangan didasari hanya karena kepentingan politik di tingkat lokal. "Kalau kesejahteraan dan perekonomian rakyat menjadi lebih baik, itu positif. Tetapi kalau perubahan status daerah itu lebih banyak melahirkan madarat bagi rakyat banyak, ya celaka," ujar Jalalludin serius.

Sementara itu, Agus Hendra (32), seorang karyawan pertokoan di Jln. Ir. H. Djuanda Cikampek, menyebutkan Cikampek seharusnya menjadi daerah mandiri yang tidak bergantung kepada Pemkab Karawang.

"Kalau melihat pemerataan pembangunan, khususnya soal transportasi umum di Cikampek lebih semrawut. Makanya saya minta jalan raya dan angkutan umum ditertibkan. Sekarang kan masih banyak angkutan dan pertokoan yang tidak jelas. Harusnya Pemkab Karawang juga tanggap menyikapi ini," ujar Agus.

Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua Pengurus Daerah (PD) KNPI Kab. Karawang, H. Soeroto, menyikapi rencana pembentukan Kab./Kota Cikampek, membutuhkan waktu yang lama, minimal 10 tahun.

"Saya kira Cikampek belum saatnya dijadikan sebagai kabupaten atau kota yang terpisah dari Kab. Karawang. Butuh waktu cukup lama menuju ke sana," ujar Soeroto, ketika ditemui di ruang kerjanya Rabu (16/1) lalu.

Ia menyebutkan, waktu itu dibutuhkan untuk melakukan kajian akademis dan empiris. "Tujuannya untuk mencegah terjadinya kesenjangan antara pejabat yang berkuasa dan masyarakat yang menjadi bagian dari pemerintahan," ujarnya.

"Jangan hanya dilihat dari luasnya wilayah dan banyaknya penduduk di Cikampek. Tapi kalau syarat-syarat lain seperti potensi dan infrastruktur hingga sekarang, pembentukan Kab./Kota Cikampek belum saatnya," ujar Soeroto menjelaskan. (JU-10)***

Sumber :
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=8805

Sekitar Proklamasi : Peristiwa Rengasdengklok

Oleh : Rushdy Hoesein

Adalah Shodancho Singgihlah (merupakan perwira PETA dari Daidan I Jakarta) yang memimpin penculikan dwitunggal Soekarno-Hatta menuju Rengasdengklok. Mereka tiba tanggal 16 Agustus 1945 sekitar jam 08.10 (waktu Tokyo). Para tokoh PETA dan pemuda yang datang bersamanya adalah Chudancho Dr Soetjipto, Soekarni dan Joesoef Koento.


Singgih, Dr Soetjipto dan Joesoef Koento tidak sampai siang hari, telah meninggalkan Rengasdengklok. Cudan Rengasdengklok (setingkat kompi) dipimpin oleh Chudancho Subeno. Chudan ini memiliki 3 buah Shodan (setingkat pleton) yaitu Shodan 1 dipimpin Shodancho Suharjana, Shodan 2 dimpim-pin Shodancho Oemar Bahsan dan Shodan 3 dipimpin Shodancho Affan. Disamping mereka juga ada Honbu (staf) yang dipimpin oleh Budancho senior yaitu Martono. Honbu memiliki kelengkapan petugas urusan persenjataan, keuangan, makanan dan dapur, pakaian, kesehatan, trompet dan juru bahasa.

Ketika Soekarno-Hatta, Fatmawati dan Guntur tiba, hari sudah terang. Para prajurit menyambut para tetamu setengah tawanan ini. Mereka berteriak : “Hidup Bung Karno, Hidup Bung Hata. Indonesia sudah merdeka. Jepang sudah modar (mati),” dan sebagainya.

Untuk sementara para pemuka bangsa ini ditempatkan di rumah Chudancho Subeno. Tapi khawatir mencolok, kemudian dipindahkan kerumahnya seorang China bernama Giau I Siong atau Djiauw Kie Siong. Rupanya dipelopori para prajurit PETA, diwilayah Rengasdengklok sudah terjadi perebutan kekuasaan dan pernyataan kemerdekaan. Ini terbukti dengan berkibarnya bendera merah putih dimana-mana.

Rakyatpun sudah berkumpul terutama dimuka Chudan. Pada jam 9.00 pagi (waktu Tokyo) Wedana Mitsui, bersama stafnya orang Jepang dan sejumlah Jepang lainnya sudah ditawan. Lalu sebagai pimpinan daerah baru, diangkat Camat Sujono Hadipranoto. Para pemuda dalam organisasi Seinendan dan Kibodan diaktifkan. Peresmian pergantian pimpinan dan pernyataan kemerdekaan ini diadakan dilapangan kecamatan dimana Hadipranoto bertindak selaku inpektur upacara dan pakai berpidato segala. Dilakukan upacara penurunan Hinomaru (bendera Jepang) dan penaikan sang Merah Putih. Rupanya cukup hikmat juga, sehingga beberapa orang menitikkan air mata.

Lukisan Dudum Sonjaya anak klas 3 SD pada tahun 1945 tentang gambar rumah Djiauw Kie Siong . Dalam gambar tampak Bung Karno, Bu Fat dan Guntur. Djiauw Kie Siong rupanya dahulu adalah pembuat peti mati.

Sekitar jam 11.00, rombongan lain bertambah yang datang ke Chudan antara lain Syuchokan (residen) Soetardjo Hadikoesoemo, Kenco Purwakarta (Bupati) Pandu, Fuku Kencho Purwakarta (patih) Djuarsa, Soncho Batujaya (camat) Bunyamin. Kedatangan mereka tidak sengaja kebetulan saja karena berada disekitar Rengasdengklok karena sedang mengontrol padi. Otomatis mereka setengah ditahan di Chudan. Setelah tengah hari Soetardjo bergabung dengan rombongan Soekarno-Hatta.

Perlu diketahui, saat pagi hari Chudancho Soebeno sedang berada di Purwakarta. Baru tengah hari dia datang di Rengasdengklok. Pada pukul 17.00 WIB tiba di Rengasdengklok Mr Soebardjo diantar Joesoef Koento dan Shodancho Sulaiman. Maksudnya mau menjemput Soekarno-Hatta. Setelah itu rombongan yang baru datang ini dipertemukan dengan Soekarno-Hatta termasuk Soetardjo. Pada jam 18.00 perundingan dimulai. Hasil perundingan Soekarno-Hatta setuju diadakan Proklamasi setelah kembali ke Jakarta. Jam 19.30 rombongan kembali ke Jakarta.

(Sumber tulisan : PETA dan Peristiwa Rengasdengklok oleh Oemar Bahsan, NV Melati Bandung.1955)

Sumber :

Rushdy Hoesein. Lahir di Jakarta 64 tahun silam. Peneliti Sejarah, diantaranya meneliti Soal Sekitar Proklamasi, Rawa Gede dan Resimen 6 Cikampek.

http://www.karawanginfo.com/?p=3512

6 Agustus 2009

Potensi Pariwisata Karawang Sangat Besar - Wisatawan Keluhkan Infrastruktur

MELENGKAPI kegembiraan menyambut Idulfitri, selain bersilaturahmi, masyarakat mengisi waktu libur dengan mengunjungi tempat-tempat wisata. Meski memiliki potensi yang cukup besar, sesuai dengan pengakuan beberapa pihak, akses ke tempat wisata di Karawang masih terkendala dengan rendahnya kualitas infrastruktur untuk memasuki kawasan itu.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, objek wisata yang ramai menarik pengunjung adalah kawasan wisata alam. Objek-objek wisata sejarah seperti monumen Rawagede di Kecamatan Rawamerta, Tugu Kebulatan Tekad di Rengasdengklok, Candi Jiwa, dan Situ Candi Blandongan di Kecamatan Batujaya, Situs Kutatandingan di Ciampel, dan Situs Cibuaya di Pedes terlihat sepi. Sementara itu, di kawasan wisata religius, Makam Syeh Quro di Kecamatan Lemahabang masih dikunjungi wisatawan walaupun masih seperti hari-hari lain tanpa lonjakan.

Situasi sangat kontras terjadi di kawasan wisata alam. Di pantai Samudra Baru di Desa Sungai Buntu Kecamatan Pedes, ribuan pengunjung datang menyemut. Menurut Koordinator penjualan tiket masuk, Boy Tanto, setiap hari tidak kurang dari 2.000 tiket seharga Rp 3.000,00 terjual.

"Ini terjadi sejak H+2 Lebaran. Ini mungkin akan meningkat sampai dengan H+6 dan baru setelah itu akan mengalami penurunan. Mereka kebanyakan berasal dari Karawang sendiri," ujarnya.

Sementara itu, pengelola objek wisata Pantai Samudra Baru yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Sungai Buntu, Tata Husen mengatakan, dengan lokasi yang mudah dan dekat, objek wisata ini memang sangat potensial untuk menyerap ribuan pengunjung, selain harga tiketnya yang paling murah dibandingkan dengan kawasan wisata lainnya di Karawang. "Objek wisata Samudra Baru merupakan objek wisata murah meriah," ujar Tata.

Infrastruktur

Dari semua objek wisata di Karawang, Pantai Tanjung Baru menjadi primadona. Hal itu dibuktikan dengan jumlah kunjungan yang mencapai 110.000 dalam waktu empat hari.

Pantai Tanjung Baru terletak di Desa Pasirjaya Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang, dipadati wisatawan, baik dari lokal Karawang maupun dari Kab. Subang dan Kab. Purwakarta.

Namun demikian, M. Soleh, Direktur CV Karya Mulya selaku pengelola objek wisata Pantai Tanjung Baru hingga H+4 (Kamis, 24/9) mengatakan, jumlah itu masih lebih sedikit dari tahun sebelumnya.

Pihaknya berharap, puncak kunjungan akan terjadi di akhir pekan pada Sabtu dan Minggu (26-27/9). "Tahun sebelumnya, pada H+2 Lebaran, pengunjung sudah menyemut di pantai ini. Kondisinya sedikit berbeda dengan musim liburan sekarang," kata Soleh.

Penurunan jumlah pengunjung itu, menurut Soleh, diduga akibat infrastruktur jalan yang hingga kini belum dibenahi. Berdasarkan pantauan, dari pintu gerbang masuk objek wisata menuju lokasi pantai yang berjarak 5 km, hanya 1 km yang beraspal, sementara sisanya merupakan jalan pasir dan batu.

Kondisi itu, menurut Soleh, berpengaruh pada minat kunjungan wisatawan. Pasalnya, mayoritas pengunjung menyampaikan keluhan kepada pengelola tentang kualitas jalan.

"Kami berharap infrastruktur jalan ditingkatkan sehingga pelayanan terhadap pengunjung semakin maksimal. Terlebih jika turun hujan, jalan menjadi penuh dengan lumpur," ujar Soleh.

Kepala Desa Pasir Jaya, Zaenudhin Sofyan mengaku telah melayangkan surat permohonan peningkatan kualitas jalan objek wisata Pantai Tanjung Baru ke Pemkab Karawang. "Namun, hingga saat ini belum ada respons positif," kata Sofyan di ruang kerjanya, Kamis (24/9).

Sekretaris Daerah Kab. Karawang, Drs. H. Arifin Kertanegara, ketika dikonfirmasi soal infrastruktur menyatakan bahwa Pemkab telah membuat program berupa pengecoran jalan akses ke objek wisata. "Pakis, Tanjung Baru, Samudra Baru, semuanya akan tersentuh pembangunan infrastruktur pada tahun 2010. Kecuali kawasan yang secara alamiah memang berat, seperti di Curug Cantri. Ini pun jalannya sudah diperkeras," ujar Arifin. Ia berharap, pembenahan infrastruktur akan menaikkan kontribusi objek wisata pada pendapatan asli daerah. (JU-10/JU-04)***


Sumber :

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=100096

Tinggi, Potensi Wisata Bahari Karawang

Sejak abad keempat,pantai utara Jawa merupakan jalur pelayaran perdagangan yang padat.Dengan demikian,Karawang memiliki potensi besar untuk mengembangkan wisata bahari yang dapat memberi keuntungan ekonomis bagi pemerintah daerah.

Ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya bangkai kapal karam berikut harta karun di perairan Karawang yang memiliki nilai historis sangat tinggi. Menurut Direktur Arkeologi Bawah Air, Direktorat Sejarah dan Kepurbakalaan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Surya Helmy,Pemkab Karawang diharapkan berperan aktif menjaga dan memelihara berbagai “harta karun” di perairan Karawang.

Dalam pengawasan perairan ini,Pemkab bisa bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut dan masyarakat setempat. Barang-barang bersejarah peninggalan arkeologi bawah air yang ditemukan di dalam bangkai kapal karam antara lain emas, alat makan,vas bunga,guci,perhiasan, dan berbagai peralatan lainnya dari logam dan keramik. “Kita harus mengamankan dan memelihara semua peninggalan sejarah itu sebagai aset bangsa.

Hal ini juga bisa menjadi potensi wisata bahari dan bahan kajian sejarah,” terangnya di sela pameran peninggalan arkeologi bawah air dan benda-benda antik dari masa dinasti China abad 17-20 Masehi yang digelar Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Karawang bersama Dirjen Sejarah dan Kepurbakalaan Depbudpar,kemarin. Dia memperkirakan, berbagai barang peninggalan bersejarah berkualitas tinggi dari kapal yang karam di perairan Karawang cukup banyak.

Terlebih, di masa lampau, pantura merupakan jalur pelayaran utama Nusantara. Surya mengingatkan, bila benda-benda bernilai sejarah tinggi ini berada ditangan yang salah kemudian diperjualbelikan,maka Indonesia akan kehilangan sebuah jejak sejarah di masa lampau. Dia menyayangkan tindakan beberapa perusahaan eksplorasi yang mengangkat benda-benda cagar budaya dan kekayaan bawah laut kemudian menjualnya hanya demi motif keuntungan sesaat.

Benda-benda tersebut, lanjut dia, harganya memang sangat mahal di pasar gelap maupun di pelelangan internasional. Undang-Undang No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya, lanjut Surya, belum efektif diterapkan untuk menjaga kekayaan bawah laut bersejarah ini.Unesco (badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan) sudah mengeluarkan konvensi internasional yang melarang mengubah, mengangkat, dan memindahkan benda-benda cagar budaya di dasar laut.

Namun,Indonesia belum meratifikasi konvensi tersebut sehingga masih mengeluarkan izin untuk eksplorasi.“Pemerintah memang mengizinkan umum untuk mencari benda-benda itu.Tapi penemuannya harus dilaporkan,” pungkas Surya. (raden bagja mulyana)


Sumber:

Harian Seputar Indonesia, Kamis 18 Mei 2009, dalam :

http://www.ahmadheryawan.com/lintas-kabupaten-kota/kabupaten-karawang/4667-tinggi-potensi-wisata-bahari-di-karawang.html

Bupati Karawang 1633 - Sekarang

1
1633 – 1679
Kiayi Panembahan Singaperbangsa (R.A.Kertabumi IV)

2
1679 - 1720
Raden Anom Wirasuta (R.A.A Panatayuda I)

3
1721 – 1731
Raden Jayanegara (R.A.A. Panatayuda II)

4
1731 – 1752
Raden Singanegara (R.A.A.Panatayuda III)

5
1752 – 1786
R.M.Soleh (Dalem Balon/D.Serambi/R.A.A.Panatayuda IV

6
1786 – 1811
Dalem Suro (R.A.A.Singosari Panatayuda)

7
1811 – 1811
Raden Adipati Surialaga

8
1811 – 1820
Raden Adipati Sastradipura

9
1820 - 1827
Raden Adipati Surianata

10
1827 - 1830
Raden Dalem Santri / R.A. Suriawinata I

11
1830 – 1849
Raden Dalem Solawat (R.H.M.Syirod R.A.Suriawinata II)

12
1849 – 1854
Raden Sastranegara

13
1854 – 1863
Raden Tumanggung Aria Sastradiningrat I (Dejan Ajian)

14
1863 – 1886
Dalem Bintang R.Adikusumah (R.A.A. Sastradiningrat II)

15
1886 – 1911
Raden Suriakusumah (R.A.A.Sastradiningrat III)

16
1911 – 1925
Raden Adipati Gandanegara

17
1925 – 1942
Raden A.A.Sumamiharja

18
1945 – 1945
Raden Panduwinata

19
1945 – 1948
Raden Djuarsa

20
1948 – 1949
Raden Ateng Surya Satjakusumah

21
1949 – 1950
Raden Hasan Surya Satjakusumah

22
1950 – 1951
Raden Rubaya

23
1951 – 1961
Raden Tohir Mangkudijoyo

24
1961 – 1971
Letkol Inf. Husni Hamid (Bupati Kdh)

25
1971 – 1976
Letkol Inf.Setia Syamsi (Bupati Kdh)

26
1976 – 1981
Kol.Inf.Tata Suwanta Hadisaputra (Bupati Kdh)

27
1981 – 1986
Kol.Cpl.H.Opon Supandji (Bupati Kdh)

28
1986 – 1996
Kol.Czi.H.Sumarmo Suradi (Bupati Kdh)

29
1996 – 1999
Kol.Inf.Drs.H.Dadang S.Muchtar (Bupati KDH)

30
1999 – 2000
RH.Daud Priatna, SH (Penjabat Bupati)

31
2000 – 2005
Letkol.Inf.Achmad Dadang

32
2005 s.d. sekarang

Kol.Inf.Drs.H.Dadang S.Muchtar


Sumber :

http://karawangkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=453&Itemid=244

Sejarah Karawang (2)

Sekitar Abad XV Masehi, Agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa oleh ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusup Idofi dari Champa yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro. Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-rawa.

Keberadaan daerah Karawang yang telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Daerah Bogor, karena Karawang pada masa itu merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan Galuh Pakuan yang berpusat di Daerah Ciamis.

Luas Wilayah Kabupaten Karawang pada saat itu, tidak sama dengan luas Wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada waktu itu luas Wilayah Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Purwakarta, Subang dan Karawang sendiri .

Setelah Kerajaan PaJajaran runtuh pada tahun 1579 Masehi, pada tahun 1580 Masehi berdiri Kerajaan Sumedanglarang sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun. Kerajaan Islam Sumedanglarang, pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan,Sukakerta dan Karawang.

Pada tahun 1608 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Ranggagempol Kusumahdinata. Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri Kerajaan Mataram dengan Rajanya Sultan Agung (1613 - 1645). Salah satu cita-cita Sultan Agung pada masa pemerintahannya adalah dapat menguasai Pulau Jawa dan mengusir Kompeni (Belanda) dari Batavia.

Ranggagempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumendanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengakui kekuasaan Mataram. Maka pada Tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan kerajaan Sumedanglarang di bawah naungan Kerajaan Mataram.

Ranggagempol Kusumahdinata oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati (Wadana) untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, disebelah Barat Kali Cisadane, disebelah Utara Laut Jawa, dan disebelah Selatan Laut Kidul.

Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat, dan sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, Putra Prabu Geusan Ulun.

Ranggagempol II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang semestinya menerima tahta kerajaan, merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten untuk meminta bantuan Sultan Banten agar dapat menaklukkan Kerajaan Sumedanglarang dengan imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedanglarang akan diserahkan kepada Banten.

Sejak itu banyak tentara Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah Pimpinan Sultan Banten bukan saja untuk memenuhi permintaan Ranggagempol II, Tetapi merupakan awal usaha Banten untuk menguasai Karawang sebagai persiapan merebut kembali pelabuhan Banten yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda), yaitu pelabuhan Sunda Kelapa.

Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke Mataram. Pada Tahun 1624, Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung, Jawa Timur untuk berangkat ke Karawang dengan membawa 1000 Prajurit dengan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.

Langkah awal yang dilakukan Aria Surengrono adalah dengan mendirikan 3 (tiga) Desa yaitu Waringinpitu (Telukjambe), Desa Parakansapi (di Kecamatan Pangkalan yang sekarang telah terendam Waduk Jatiluhur) dan Desa Adiarsa (Sekarang ternlasuk di Kecamatan Karawang Barat), dengan pusat kekuatan di ditempatkan di Desa Waringinpitu.

Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan kepada Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai angqapan bahwa tuqas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.

Demi menjaga keselamatan Wilayah Kerajaan Mataram sebelah barat, pada tahun 1628 dan 1629, bala tentara Kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Namun serangan ini gagal disebabkan keadaan medan yang sangat berat. Sultan Agung kemudian menetapkan Daerah Karawang sebagai pusat logistik yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram serta harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang sehingga mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun pesawahan guna mendukung pengadaan logistik dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC (belanda) di Batavia.

Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa Sari Galuh dengan membawa 1.000 prajurit dengan keluarganya menuju Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang dianggap gagal.

Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya langsung dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas keberhasilannya Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugrahi jabatan Wedana (Setingkat Bupati) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama "Karosinjang".

Setelah penganugrahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dahulu ke Galuh untuk menjenguk keluarganya.Atas takdir IIlahi Beliau kemudian wafat saat berada di Galuh.

Setelah Wiraperbangsa Wafat, Jabatan Bupati di Karawang dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677.

Pada abad XVII kerajaan terbesar di Pulau Jawa adalah Mataram, dengan raja yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo. la tidak menginginkan wilayah Nusantara diduduki atau dijajah oleh bangsa lain dan ingin mempersatukan Nusantara.

Dalam upaya mengusir VOC yang telah menanamkan kekuasaan di Batavia, Sultan Agung mempersiapkan diri dengan terlebih dahulu menguasai daerah Karawang, untuk dijadikan sebagai basis atau pangkal perjuangan dalam menyerang VOC.

Ranggagede diperintahnya untuk mempersiapkan bala tentara/prajurit dan logistik dengan membuka lahan-Iahan pertanian, yang kemudian berkembang menjadi lumbung padi.

Tanggal 14 September 1633 Masehi, bertepatan dengan tanggal 10 Maulud 1043 Hijriah, Sultan Agung melantik Singaperbangsa sebagai Bupati Karawang yang pertama, sehingga secara tradisi setiap tanggal 10 Maulud diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang.

Berawal dari sejarah tersebut dan perjuangan persiapan proklamasi kemerdekaan RI, Karawang lebih dikenal dengan julukan sebagai kota pangkal perjuangan dan daerah lumbung padi Jawa Barat.

Sumber :
http://karawangkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=94

Sejarah Karawang

Terdapat tiga pendapat mengenai asal muasal nama Karawang. Pendapat-pendapat itu masing-masing menyebutkan asal kata yang berbeda-beda: Krawang, Kerawang, dan Karawaan.[1] Wilayah Karawang sudah sejak lama dihuni manusia. Peninggalan Situs Batujaya dan Situs Cibuaya menunjukkan pemukiman pada awal masa modern yang mungkin mendahului masa Kerajaan Taruma.

Penduduk Karawang semula beragama Hindu dan wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Semenjak takluk dari Kesultanan Banten, Karawang berada di bawah kendali Banten. Agama Islam mulai dipeluk masyarakat setempat setelah seorang patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi, konon dari Makkah, yang terkenal dengan sebutan "Syekh Quro", memberikan ajaran; yang kemudian dilanjutkan oleh murid-murid Wali Sanga. Makam Syeikh Quro terletak di Pulobata, Kecamatan Lemahabang, Karawang.

Sebagai suatu daerah berpemerintahan sendiri tampaknya dimulai semenjak Karawang direbut oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang tahun 1632. Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan gelar Adipati Kertabumi III. Semenjak masa ini, sistem irigasi mulai dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20.

Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Panembahan Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini menjadi hari jadi Kabupaten Karawang. Selanjutnya, bupatinya berturut-turut adalah R. Anom Wirasuta 1677-1721, R. Jayanegara (gelar R.A Panatayuda II) 1721-1731, R. Martanegara (R. Singanagara dengan gelar R. A Panatayuda III) 1731-1752, R. Mohamad Soleh (gelar R. A Panatayuda IV) 1752-1786.[2] Pada rentang ini terjadi peralihan penguasa dari Mataram kepada VOC (Kompeni).

Pada masa menjelang Kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Karawang menyimpan banyak catatan sejarah. Rengasdengklok merupakan tempat disembunyikannya Soekarno dan Hatta oleh para pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945.

Kota Karawang juga menjadi inspirasi sastrawan Chairil Anwar menulis karya Antara Karawang-Bekasi karena peristiwa pertempuran di daerah sewaktu pasukan dari Divisi Siliwangi harus meninggalkan Bekasi menuju Karawang yang masih menjadi daerah kekuasaan Republik.

Kecamatan Rengasdengklok adalah daerah pertama milik Republik Indonesia yang telah berani mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia.[rujukan?] Oleh karena itu selain dikenal dengan sebutan Kota Lumbung Padi Karawang juga sering disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan. Di Rengasdengklok didirikan sebuah monumen yang dibangun oleh masyarakat sekitar, kemudian pada masa pemerintahan Megawati didirikan Tugu Kebulatan Tekad untuk mengenang sejarah Republik Indonesia.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Karawang