Selasa, 22 Desember 2009

Profil Kabupaten Karawang



Kabupaten Karawang berada dibagian utara Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak di 107o02 - 107o40 BT dan antara 5o56 - 6o34 LS memiliki luas wilayah 1.753,27 Km2. Daerah ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Subang di sebelah timur, Kabupaten Purwakarta di sebelah tenggara, Kabupaten Bogor dan Cianjur di sebelah selatan, Kabupaten Bekasi di sebelah barat.

Sejak zaman dulu masyarakat mengenal Kabupaten Karawang sebagai lumbung padi Jabar. Tingkat produksi padi Karawang tidak lepas dari dukungan sistem pengairan yang memadai, saluran irigasi di Karawang terdiri dari saluran induk tarum utara yang berasal dari Bendungan Walahar, saluran induk tarum barat dan saluran induk tarum timur yang berasal dari bendungan curug. Sistem irigasi serta sarana dan prasarana lain mendukung kegiatan pertanian menjadikan lapangan usaha ini memegang peranan dalam pembentukan PDRB Karawang.

Kini industri pengolahan menempati posisi sebagai penyumbang utama, perdagangan, hotel, dan restoran tetap diurutan kedua sedangkan pertanian dibawahnya. Kegiatan industri di Karawang berlokasi di bagian selatan yakni di kecamatan klari, Telukjambe, Karawang, Jatisari, Pangkalan, dan Cikampek. Berdasrkan sarana dan prasarana kegiatan industri, lokasi industri Karawang dibedakan dalam tiga kategori: Kawasan industri, zona industri, dan kota industri. Industri mesin dan logam dasar merupakn jenis industri yang menyerap investasi terbesar.

Selain hasil industri dan padi, Karawang memiliki produk lain yang berpotensi dikembangkan, jamur merang misalnya dengan luas lahan separuh dari luas wilayah, tentunya Karawang kaya akan jerami, hasil limbah padi ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku jamur merang. Sumber protein nabati yang dapat dikonsumsi sehari-hari itu saat ini dibudidayakan di delapan Kecamatan antara lain Cilamaya, Cikampek, dan Rengasdengklok. Karawang akan tetap mempertahankan predikat lumbung padi tapi tidak alergi dengan industri selain meningkatkan produktivitas padi dan sistem penanaman padi-padi-palawija, kesejahteraan petani juga ditingkatkan dengan mendirikan pasar induk beras yang ditargetkan dimulai pembangunannya.



Sumber Data:
Jawa Barat Dalam Angka 2007
(01-7-2007)
BPS Provinsi Jawa Barat
Jl. PHH Mustapa No. 43, Bandung 40124
Telp (022) 7272595, 7201696
Fax (022) 7213572

Sumber :
http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=3215

Sumber Gambar:
http://indagsar-karawang.com/index.php?option=com_wrapper&Itemid=50

Undang Investor, Karawang Berbenah

Kabupaten Karawang akan makin sesak oleh pabrik. Soalnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang berencana menambah kawasan industri anyar pada tahun 2010.

Total luas penambahan mencapai 5.000 hektare (ha). "Saat ini kawasan industri yang ada sudah terisi 60%-80%," ujar Bupati Karawang Dadang S. Muchtar, Senin (14/12). Catatan saja, berdasarkan riset KONTAN, saat ini luas kawasan industri di Karawang mencapai 5.839 ha.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53/1989 tentang Pengembangan Kawasan Industri, Karawang memang menjadi salah satu pusat pengembangan kawasan industri nasional. Dadang menambahkan, kawasan anyar yang akan dikembangkan tahun depan akan menemani enam kawasan industri lain yang telah beroperasi. Kawasan industri yang telah beroperasi antara lain Kawasan Kujang, Kawasan Industri Mitra Karawang, Kawasan Surya Cipta, dan Kawasan Indo Taishi.

Perusahaan yang telah hadir di kawasan industri tersebut terdiri dari 282 perusahaan asing (PMA) dan 297 dalam negeri (PMDN). "Kalau ekonomi stabil tahun depan tentu peminatnya bakal bertambah," tandas Dadang.

Selama ini sektor industri menyumbang 50% lebih terhadap kegiatan ekonomi Karawang. Dadang menyatakan, total nilai investasi di kawasan industri di Karawang mencapai Rp 80 triliun.

Dia menambahkan, investor tetap melirik kawasan industri di Karawang. Soalnya, kawasan industri di lumbung padi Jawa Barat ini memiliki fasilitas pendukung yang memadai, serta dilalui jalan tol ruas Bandung-Jakarta dan tol Cikampek-Jakarta.

Guna meningkatkan pelayanan, Karawang sedang berusaha menambah akses ke kawasan industri. Selain itu, "Kami juga sedang mengkaji kelayakan pembangunan pelabuhan di Cilamaya," tambah Dadang.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karawang Sadirin Sinabang bilang, investor masih tetap melirik Karawang. Dia mencatat, selama tahun ini ada 49 perusahaan baru yang telah berniat berinvestasi di Karawang. Dari angka tersebut, lima perusahaan di antaranya sudah beroperasi di kawasan industri yang ada.

Proses perizinan memang masih perlu diperbaiki. "Soalnya kami memang belum mengadopsi proses satu pintu. Tapi kami bisa memproses izin paling lama satu minggu," jamin Dadang.

Sumber :

Raymond Reynaldi

http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news/26701/Undang-Investor-Karawang-Berbenah

15 Desember 2009

Peta Karawang


View Larger Map

Cikampek Diwacanakan Pisah dari Karawang

Cikampek ingin segera melepaskan dari wilayah induk administrasinya Kabupaten Karawang. Persyaratan untuk menjadi kabupaten sudah ada. Bahkan, potensi pendapatan asli daerah wilayah Cikampek jika kelak berpisah dari Karawang, bisa mencapai Rp 25 miliar per tahunnya.

"Nggak ada alasan menunda Cikampek menjadi kabupaten sendiri," kata Asmara Hidayatullah, seorang tokoh masyarakat Cikampek yang juga menjabat Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Amanat Nasional Kabupaten Karawang, Senin siang.

Menurut Asmara, warga Cikampek sudah tak sabar lagi untuk bisa segera bebas dari Kabupaten Karawang. Kecuali dipicu oleh ketidakkonsistenan pemerintah selama ini, dalam pembangunan Cikampek kurang diperhatikan.

Asmara optimistis pemerintah pusat dan provinsi segera merealisaikannya, mengingat wacana pemisahan ini telah bergulir sejak 1980. Wilayah Cikampek memiliki potensi sumber daya ekonomi besar mulai dari kawasan industri dan kilang minyak.

Wilayah yang akan bergaung meliputi Kecamatan Purwasari, Pancawati, Kota Baru, Jatisari, Cilamaya, Talagasari, Lemahabang Wadasm dan Tempuran. Jumlah penduduk sebagai pendukungnya mencapai 500 ribu hingga satu juta orang. "Jadi saratnya sudah terpenuhi semua," Asmara menjelaskan.

Bupati Kabupaten Karawang Dadang S. Mucthar, menanggapi keinginan warganya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.

Pemekaran wilayah administrasi, kata dia, memerlukan persiapan matang. Selain personil sumber daya manusia, perangkat administrasi, dan infrastruktur harus kuat. Soal potensi Cikampek Dadang meragukannya.

Menurut Dadang, orang-orang yang mengusung isu pemerkaran Cikampek dari Karawang memiliki agenda politik sendiri. "Arahnya sudah jelas, dia (Asmara) berkeinginan jadi bupati," Dadang meyakinkan.

Sumber :
Nanang Sutisna
http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2006/03/20/brk,20060320-75348,id.html
20 Maret 2006

Bergulir, Wacana Kab. Cikampek

Wacana pembentukan Kab. Cikampek yang digulirkan sejumlah tokoh setempat dinilai terlalu terburu-buru. Mereka terkesan mengesampingkan syarat-syarat tertentu yang wajib dipenuhi dalam pembentukan pemerintahan baru.

Demikian dikatakan Ketua Pengurus Daerah (PD) KNPI, Kab. Karawang, H. Soeroto, ketika diminta komentarnya mengenai wacana pembentukan Kab. Cikampek yang saat ini semakin santer dibicarakan tokoh masyarakat Cikampek.

"Di tilik dari segi potensi, saya kira Cikampek belum saatnya dijadikan sebagai kabupaten atau kota yang terpisah dari Kab. Karawang. Butuh waktu lama untuk menuju ke arah sana," ujar Soeroto, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16/1).

Menurut dia, untuk membentuk pemerintahan yang baru diperlukan kajian akademis dan empiris secara mendalam. Dengan demikian, setelah pemerintahan itu lahir, masyarakat dan pejabatnya tidak dihadapkan pada permasalahan di kemudian hari.

Pemekaran pemerintahan, lanjut Soeroto, harus mengacu kepada beberapa faktor, seperti potensi daerah, luas wilayah, jumlah penduduk, dan infrastruktur pendukung. "Dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk, mungkin saja pembentukan Kabupaten Cikampek sudah memenuhi persyaratan. Namun dilihat dari segi potensi dan infrastruktur, pembentukan pemerintahaan di bagian timur Kabupaten Karawang itu belum saatnya dilakukan," kata Soeroto.

Menurut dia, untuk melengkapi infrastruktur pemerintahan yang baru, diperlukan dana sedikitnya Rp 300 miliar hingga Rp 500 miliar. Padahal di sisi lain, masyarakat di wilayah itu masih membutuhkan dana untuk keperluan yang lebih urgen, seperti pemenuhan kebutuhan pendidikan dan pemeliharan kesehatan.

Dikatakan, para tokoh lokal hendaknya bisa belajar dari pengalaman. Alasannya, pembentukan pemerintahan baru tidak semuanya berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu contoh, kata Soeroto, adalah pembentukan Kota Banjar yang memisahkan diri dari Kab. Ciamis. Hingga sekarang masyarakat di kota itu belum terlihat lebih maju. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang menginginkan bergabung kembali dengan Kab. Ciamis.

Mendukung

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD yang juga warga Cikampek, H. Deden Darmansyah mengatakan, dirinya sangat mendukung pembentukan Kabupaten atau Kota Cikampek yang terpisah dari Kab. Karawang. Alasannya, dengan pemekaran pemerintahan tersebut rentang kendali pelayanan akan lebih dekat sehingga dianggap bisa lebih menyejahterakan masyarakat.

Apalagi, kata Deden, dilihat dari berbagai potensi yang ada, pembentukan Kab./Kota Cikampek sudah memenuhi persyaratan, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pemekaran, Penghapusan, Penggabungan Suatu Daerah.

Menurut dia, jika Kab./Kota Cikampek tebentuk, pemerintahan baru itu sedikitnya akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 400 miliar. Nilai tersebut dianggap layak untuk mengelola suatu daerah.

Wacana pembentukan Kab./Kota Cikampek, kata Deden, bukan tanpa dasar. Pasalnya, hal itu sempat digulirkan oleh Gubernur Jabar Danny Setiawan ketika berpidato dalam suatu acara di Hotel Plaza, Kota Bukit Indah, Purwakarta, beberapa waktu lalu.

Waktu itu gubernur menyampikan target pemekaran pemerintaah di Jawa Barat mencapai 42 kabupaten/kota. "Saya kira pada tahun 2015 mendatang Cikampek harus sudah terpisah dari Kabupaten Karawang," kata Deden. (A-106)***


Sumber :

http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=8409

Pemekaran Kab. Karawang Perlu Pemikiran Matang

WACANA yang berembus soal pembentukan Kab./Kota Cikampek kembali menghangat. Sebenarnya kabar itu bukan "barang baru". Bahkan, beberapa tahun sebelumnya isu tersebut sudah digaungkan. Selain Cikampek, masih ada kecamatan lain yang begitu nyaring melantunkan irama "perpisahan" dari induknya, Kabupaten Karawang. Kecamatan tersebut adalah Rengasdengklok, yang namanya kental dengan muatan sejarah kemerdekaan bangsa ini.

Dua kecamatan di atas memang cukup bersemangat menggemakan isu pemekaran untuk masing-masing menjadi kabupaten/kota. Hanya Rengasdengklok lebih gencar, ditandai dengan pemasangan spanduk, pamflet, hingga brosur-brosur persiapan pemisahan di Pasar Rengasdengklok sehingga iklimnya lebih terasa semarak. Berbeda halnya Kecamatan Cikampek yang sepi dengan atribut atau media ekspresi bagi pendukung pemisahan.

Meski demikian, sejumlah warga Cikampek yang ditemui, mengaku cukup antusias menyikapi keinginan pembentukan Kab./Kota Cikampek. Tetapi tak sedikit pula, warga yang pesimis bisa meraih kemajuan, bila nanti sudah terpisah dengan Kab. Karawang.

Tokoh masyarakat Cikampek Timur, H. Komarudin (39), menyebutkan potensi andalan Cikampek seperti retribusi pasar, industri di Kawasan Pupuk Kujang Cikampek (PKC), serta industri lainnya, yang bisa menjadi aset sekaligus mampu memenuhi pendapatan Cikampek. "Selain itu, banyak juga aset berharga lainnya yang tidak ternilai. Seperti SDM di berbagai bidang," ujarnya ketika ditemui, Kamis (17/1) lalu.

Pertimbangan lainnya, kata H. Komarudin, yakni terdapatnya beberapa kantor dinas dan fasilitas umum yang berada di wilayah Cikampek. "Kantor Dinas Perhubungan Kab. Karawang ada di sini, terus juga Stasiun Kereta Api Besar ada Cikampek," ujarnya memberi alasan.

Di balik itu, ia pun menyadari, untuk mendirikan Kab./Kota Cikampek, diperlukan perluasan wilayah hingga merembet ke kecamatan lain. "Kalau murni satu Kecamatan Cikampek saja, saya kira itu tidak akan cukup. Makanya perluasan wilayah juga perlu melibatkan kecamatan tetangga, seperti Kota Baru, Jatisari, Tirtamulya, atau Purwasari,"ujar dia.

Meski isu pendirian Kab./Kota Cikampek makin santer, H. Komarudin, memandang perlu lahirnya kearifan lokal yang muncul dari para elite dan tokoh Cikampek untuk mengkaji bersama rencana pendirian tersebut. "Jadi kalau sekadar wacana sih, memang sudah lama. Tetapi kapan itu terlaksana, ya kurang tahu juga," ujarnya.

Dipikirkan matang

Sementara itu, Jalalludin (27), dan Achmad Kholil, S.Ag. (23) tokoh pemuda Jln. Pondok Lele Desa Dawuan Tengah Cikampek, menyebutkan rencana pendirian Kab./Kota Cikampek harus dipikirkan secara matang oleh para "orang tua" Cikampek. Kalau misalnya, terjadi pemisahan antara Kab./Kota Cikampek dan Kab. Karawang, itu jangan melahirkan warisan buruk yang akan menyengsarakan generasi di masa mendatang.

"Bukan apa-apa, karena pengalaman pemekaran wilayah di beberapa daerah, bahkan seperti halnya Provinsi Timor-Timur yang menjadi Negara Timor Leste, akhirnya kehidupan masyarakatnya sekarang lebih merana dibanding dulu. Hal itu juga seharusnya bisa menjadi refleksi untuk Cikampek, sekaligus bisa mencarikan solusi yang baik di tengah wacana pendirian Kab./Kota Cikampek," ujar Kholil, ketika ditemui Jumat (18/1) lalu.

Ia pun menyebutkan, lahirnya Kab./Kota Cikampek, jangan didasari hanya karena kepentingan politik di tingkat lokal. "Kalau kesejahteraan dan perekonomian rakyat menjadi lebih baik, itu positif. Tetapi kalau perubahan status daerah itu lebih banyak melahirkan madarat bagi rakyat banyak, ya celaka," ujar Jalalludin serius.

Sementara itu, Agus Hendra (32), seorang karyawan pertokoan di Jln. Ir. H. Djuanda Cikampek, menyebutkan Cikampek seharusnya menjadi daerah mandiri yang tidak bergantung kepada Pemkab Karawang.

"Kalau melihat pemerataan pembangunan, khususnya soal transportasi umum di Cikampek lebih semrawut. Makanya saya minta jalan raya dan angkutan umum ditertibkan. Sekarang kan masih banyak angkutan dan pertokoan yang tidak jelas. Harusnya Pemkab Karawang juga tanggap menyikapi ini," ujar Agus.

Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua Pengurus Daerah (PD) KNPI Kab. Karawang, H. Soeroto, menyikapi rencana pembentukan Kab./Kota Cikampek, membutuhkan waktu yang lama, minimal 10 tahun.

"Saya kira Cikampek belum saatnya dijadikan sebagai kabupaten atau kota yang terpisah dari Kab. Karawang. Butuh waktu cukup lama menuju ke sana," ujar Soeroto, ketika ditemui di ruang kerjanya Rabu (16/1) lalu.

Ia menyebutkan, waktu itu dibutuhkan untuk melakukan kajian akademis dan empiris. "Tujuannya untuk mencegah terjadinya kesenjangan antara pejabat yang berkuasa dan masyarakat yang menjadi bagian dari pemerintahan," ujarnya.

"Jangan hanya dilihat dari luasnya wilayah dan banyaknya penduduk di Cikampek. Tapi kalau syarat-syarat lain seperti potensi dan infrastruktur hingga sekarang, pembentukan Kab./Kota Cikampek belum saatnya," ujar Soeroto menjelaskan. (JU-10)***

Sumber :
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=8805

Sekitar Proklamasi : Peristiwa Rengasdengklok

Oleh : Rushdy Hoesein

Adalah Shodancho Singgihlah (merupakan perwira PETA dari Daidan I Jakarta) yang memimpin penculikan dwitunggal Soekarno-Hatta menuju Rengasdengklok. Mereka tiba tanggal 16 Agustus 1945 sekitar jam 08.10 (waktu Tokyo). Para tokoh PETA dan pemuda yang datang bersamanya adalah Chudancho Dr Soetjipto, Soekarni dan Joesoef Koento.


Singgih, Dr Soetjipto dan Joesoef Koento tidak sampai siang hari, telah meninggalkan Rengasdengklok. Cudan Rengasdengklok (setingkat kompi) dipimpin oleh Chudancho Subeno. Chudan ini memiliki 3 buah Shodan (setingkat pleton) yaitu Shodan 1 dipimpin Shodancho Suharjana, Shodan 2 dimpim-pin Shodancho Oemar Bahsan dan Shodan 3 dipimpin Shodancho Affan. Disamping mereka juga ada Honbu (staf) yang dipimpin oleh Budancho senior yaitu Martono. Honbu memiliki kelengkapan petugas urusan persenjataan, keuangan, makanan dan dapur, pakaian, kesehatan, trompet dan juru bahasa.

Ketika Soekarno-Hatta, Fatmawati dan Guntur tiba, hari sudah terang. Para prajurit menyambut para tetamu setengah tawanan ini. Mereka berteriak : “Hidup Bung Karno, Hidup Bung Hata. Indonesia sudah merdeka. Jepang sudah modar (mati),” dan sebagainya.

Untuk sementara para pemuka bangsa ini ditempatkan di rumah Chudancho Subeno. Tapi khawatir mencolok, kemudian dipindahkan kerumahnya seorang China bernama Giau I Siong atau Djiauw Kie Siong. Rupanya dipelopori para prajurit PETA, diwilayah Rengasdengklok sudah terjadi perebutan kekuasaan dan pernyataan kemerdekaan. Ini terbukti dengan berkibarnya bendera merah putih dimana-mana.

Rakyatpun sudah berkumpul terutama dimuka Chudan. Pada jam 9.00 pagi (waktu Tokyo) Wedana Mitsui, bersama stafnya orang Jepang dan sejumlah Jepang lainnya sudah ditawan. Lalu sebagai pimpinan daerah baru, diangkat Camat Sujono Hadipranoto. Para pemuda dalam organisasi Seinendan dan Kibodan diaktifkan. Peresmian pergantian pimpinan dan pernyataan kemerdekaan ini diadakan dilapangan kecamatan dimana Hadipranoto bertindak selaku inpektur upacara dan pakai berpidato segala. Dilakukan upacara penurunan Hinomaru (bendera Jepang) dan penaikan sang Merah Putih. Rupanya cukup hikmat juga, sehingga beberapa orang menitikkan air mata.

Lukisan Dudum Sonjaya anak klas 3 SD pada tahun 1945 tentang gambar rumah Djiauw Kie Siong . Dalam gambar tampak Bung Karno, Bu Fat dan Guntur. Djiauw Kie Siong rupanya dahulu adalah pembuat peti mati.

Sekitar jam 11.00, rombongan lain bertambah yang datang ke Chudan antara lain Syuchokan (residen) Soetardjo Hadikoesoemo, Kenco Purwakarta (Bupati) Pandu, Fuku Kencho Purwakarta (patih) Djuarsa, Soncho Batujaya (camat) Bunyamin. Kedatangan mereka tidak sengaja kebetulan saja karena berada disekitar Rengasdengklok karena sedang mengontrol padi. Otomatis mereka setengah ditahan di Chudan. Setelah tengah hari Soetardjo bergabung dengan rombongan Soekarno-Hatta.

Perlu diketahui, saat pagi hari Chudancho Soebeno sedang berada di Purwakarta. Baru tengah hari dia datang di Rengasdengklok. Pada pukul 17.00 WIB tiba di Rengasdengklok Mr Soebardjo diantar Joesoef Koento dan Shodancho Sulaiman. Maksudnya mau menjemput Soekarno-Hatta. Setelah itu rombongan yang baru datang ini dipertemukan dengan Soekarno-Hatta termasuk Soetardjo. Pada jam 18.00 perundingan dimulai. Hasil perundingan Soekarno-Hatta setuju diadakan Proklamasi setelah kembali ke Jakarta. Jam 19.30 rombongan kembali ke Jakarta.

(Sumber tulisan : PETA dan Peristiwa Rengasdengklok oleh Oemar Bahsan, NV Melati Bandung.1955)

Sumber :

Rushdy Hoesein. Lahir di Jakarta 64 tahun silam. Peneliti Sejarah, diantaranya meneliti Soal Sekitar Proklamasi, Rawa Gede dan Resimen 6 Cikampek.

http://www.karawanginfo.com/?p=3512

6 Agustus 2009